Blog Archives

Guru Indonesia: Guru yang Ringan-ringan Saja?

Oleh Holy rafika

Hari ini banyak berita soal kasus Siami, wali murid yang membocorkan ‘rahasia umum’ UAN di sebuah SD di Surabaya. Sudah disepakati barangkali ketika guru ‘mengusahakan’ muridnya lulus UAN dengan memberikan kunci jawaban adalah ‘rahasia’.

Dan nek saya kira-kira, rahasia itu tidak hanya disepakati di Surabaya. Barangkali seantero Indonesia. Tapi namanya saja rahasia, ya semua pada diam-diam saja.
Masalahnya, ketika rahasia ‘diumumkan’ oleh Siami, pihak yang merasa itu harus menjadi rahasia pun sontak gerah. Mereka bilang Siami “berlebihan” melihat percontekan. Dengan kata lain, pikir mereka “Oalah Mi…Mi…Sudah umum jadi rahasia lho, kok pake diumumkan segala”.

Siami berhasil membuka rahasia. Ia dimusuhi warga dan diusir dari kampungnya. Saya percaya anda sendiri ragu adakah yang rahasia dibuka oleh Siami? Lha wong yang kayak gitu sudah umum kok. Semua juga sudah tahu dari dulu. Meski kita juga masih percaya, tak semuanya begitu.

Pagi tadi, sebelum saya membaca soal Siami ini, kebetulan saya mencari makna kata Guru. Guru, adalah sebuah kata Sanskrit. Artinya ‘berat’.

Di Wikipedia, saya baca bahwa dalam agama Hindu, guru dipakai sebagai simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu dan juga pembagi ilmu. Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Guru dinilai murid sebagai jelmaan Buddha. Dalam agama Sikh, posisinya lebih penting lagi, karena hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini. Barangkali sekelas nabi.

Semua mengandung arti yang ‘berat’.

“Sudahlah Mas sampeyan jangan terlalu romantis,” kata teman saya. “Indonesia ini ya Indonesia. Lain dengan orang-orang jaman Sanskrit. Lha wong buktinya untuk Guru kita pake kata Sanskrit, untuk siswa kita kadang pake kata arab; murid. Ya tho?”.”Maksudmu piye? saya itu masih nggak habis pikir, bagaimana mungkin guru-guru kok pada…”.

“Lha justru itu, makanya saya bilang barangkali ya karena arti kata Guru di Indonesia ini ya sudah ringan-ringan saja. Kalau masih ‘berat’, masih dihormati, dan masih disegani, yo ndak perlu nambahi sebutan bapak atau ibu tho di depan kata ‘Guru’…”.”Atau malah kalau di kelas, mana ada yang nyebut ‘iya guru’ adanya ‘iya pak’ atau ‘iya bu’ hehehe” tambah saya.

“ Nah itu sampeyan ngerti” komentar teman saya. “Lha ngerti wong aku termasuk yang begitu itu, hehehe” aku saya sambil nyengir. “Jadi arti guru yang ringan-ringan saja itu gimana?”tanya saya.

“Alah mas…kayak ndak tahu saja. Sudah umum, tapi ya barangkali semua diam-diam saja, rahasia…“katanya sambil nyengir.

Mungkin yang ringan-ringan itu seperti cerita keponakan saya yang masih duduk di kelas 3 SD. Katanya ia kini bercita-cita jadi guru, karena katanya “Enak jadi guru Om. Masuk kelas ngasih tugas. Habis itu main-main handphone atau bahkan tidur. Kalau belum selesai tugasnya, disuruh buat PR. Padahal tugasnya sama sekali tidak dijelasin”. Sekali waktu ponakan saya itu cerita, pengganti guru Bahasa Jawa yang masuk kelas, ngotot ngajar Tembang Jawa, meski kata ponakan saya, saat itu bukan pelajaran untuk nembang.

“hahahah…ya itu ponakan sampeyan pinter, sudah tau rahasia umumnya. Ringan sekali tho? Tapi ya ndak kelihatan ringan wong panggilanya Pak dan Bu, berat kayak orang tua kita sendiri” komentar teman saya setelah mendengar cerita saya. “Lha apa memang tidak boleh guru berperan jadi orang tua?” tanya saya. “Ya boleh. Tapi guru adalah guru, orang tua ya orang tua. Lha celakanya kalau guru itu yang sudah ringan saja tapi sok berat, maksudnya sok jadi orang tua yang malu kalau anaknya tidak lulus. Akhirnya ya maen rahasia-rahasian, bagi-bagi contekan…”

“Hayah..nyambung lagi ke Siami. Wis-wis, jangan keras-keras, nanti kamu kayak Siami. Inget lho, masih banyak yang lain yang masih jadi rahasia…” [16/6/2011]

http://holyrafika.blogspot.com/